Malam memberikan ketenangan, Penghangatan
pada setiap insan yang ada di sini, Ya bisa di bilang malam pengakraban. Suatu organisasi
yang mulai ku jejaki, Aku putri, seorang gadis yang sangat suka dengan mawar. Tapi
di ruang ini aku tak menemukan mawar. Yang ku temukan hanya cenda gurau sang
teman baru. Ya,,,, kita berasal dari berbagai penjuru daerah, Dari berbagai
penjuru jurusan, dan dengan basic fakultas yang berbeda-beda pula. Tapi keberagaman
ini membuat ruangan ini sungguh berwarna. Tak hanya warna merah, yang selalu
ada dalam hari ku. Tawa, nyanyian riang itu menggema di ruang ini. Semua orang tampak
ceria. Atau mungkin tidak.
Di sudut mata ini. Pertama kalinya
aku menangkap sosok diri mu, di ujung ruang ini.
“Hei…”
“Kenapa muka mu gitu??? Apa yang
terjadi dengan mu??”
“emang muka ku kenapa??”
“Liat sekeliling mu, semua nya
tampak bahagia, tapi kamu tidak. Adakah sesuatu yang mengganggu mu??”
Pembicaraan pun berlanjut. Hingga kini
aku tahu bahwa dia bernama Bayu. Seorang
pria yang dingin berasal dari Lombok. Ya dia memang dingin. Senyum pun bahkan
tidak. Tapi peekenalan kita terasa hangat, karena itulah pertama kalinya aku
melihat senyum nya.
Di suatu pagi, di saat orang-orang
sedang sibuk untuk berkemas. Berlarian ke sana – ke mari. Truk yang telah di
tunggu dari satu jam yang lalu pun datang. Barang-barang yang telah menumpuk di
sekre selama beberapa minggu ini pun segera di evakuasi ke truk ini.
“Hati-hati di jalan ya put,” sapa
sahabat baru ku di organisasi ini. Nina namanya.
“iya nin, doa kan semoga perjalanan
ku berkah ya, dan bisa meringankan beban orang-orang di sana.”
Perjalanan ku pun ku lanjutkan. Dengan
beberapa rombongan teman-teman ku yang kini berstatus relawan bencana. Seperti kota
mati. Bagai film black and white. Dimana – mana hanya ada hamparan abu
vulkanik.
“Selamat datang. Kalian tim evakuasi
dari jogja ya? Salam kenal saya Hasan Ketua Dusun sini.”
Sapaan ramah dari beliau menyambut
kami.
“Oh ya, kalian bisa menaruh barang-barang
kalian di sana (sambil menunjuk sebuah ruangan di tengah SD ini), yang
perempuan bisa langsung ke dapur umum di sana, ibu-ibu sedang memasak untuk
makan siang kami. Yang ahli medis bisa ikut saya, kita akan naik lagi untuk
melakukan evakuasi di atas. Masih ada beberapa warga yang terjebak di atas. “
Gunung ini sungguh luar biasa
mengeluarkan lahar panas nya. Aku pun kini ikut menaiki mobil jeep. Dengan perbekalan ku selaku tim
medis menemani para relawan yang akan mengevakuasi beberapa penduduk di atas. Langkah-langkah
kecil ini pun kini harus berjalan. Karena mobil tak memungkinkan masuk ke
daerah hutan itu. Entah lah, aku hanya berpikir kenapa mereka betah dan bisa
hidup di tengah hutan ini.
“Put, kau lelah ya?”
“tidak, aku kuat kok Bay, kamu tak
usah mengkhawatirkan aku.”
“sudah kita istirahat dulu saja.” Lanjut
ahmad penduduk sana.
Di sudut mata ini, aku melihat
sesuatu yang taka sing bagi ku.
Ya pohon mawar. Pohon yang menghiasi
hidup ku. Sungguh indah, tapi tunggu kenapa di sini berwarna merah semua?
“Put, kau tak kenapa?” sapa pak Dika
pemimpin tim ini
“eeehhmmm (sambil membuka mata)”
“Dia mulai sadar, beri sedikit air”
“perjalanan ini berat, tapi kau
harus bisa put.” Ku dengar dari suara Bayu.
“Dia seperti nya kekurangan oksigen
(tempat ini memang sudah pekat sekali bau belerangnya), berikan tabung oksigen.”
Dan kini aku benar-benar sadar, di
posko kesehatan. Aku yang seharusnya merawat malah terawatt. Bagai mengukutuk
diri sendiri kenapa aku bisa – bisanya pingsan.
Wangi ini, ku mulai benar-benar
membuka mata ini. Ya halusinasi ini lagi.
“Put. Ini ada parfum mawar kesukaan
mu biar kau cepat sadar.”
Suara lelaki itu…
“Put, kau harus benar-benar jadi
mawar ini ya.”
Beberapa hari berlalu. Hingga kini
pun aku sudah berada di kota jogja lagi. Kini aku terngiang dengan suara
laki-laki itu. Tapi aku masih belum mengetahui siapa dia. Tapi, bros mawar ini
selalu aku pakai. Apakah dia? Apakah dia bayu? Benak ku dalam hati. Kulihat Bayu
dengan pawakan tenang dan dingin nya ada di depan ku.
“Mungkin ada yang ditambahi dari
hasil rapat kali ini” ungkap kak Tian sebelum menutup rapat ini.
“Hei mawar. Apakah kau sudah
benar-benar seperti mawar? Indah di pandang, harum wangi nya, selalu di rindu,
tapi kau tak dapat disentuh sembarangan, ya kau lah mawar bagi ku. Sejak perjumpaan
kita, di pendopo itu. Indah nya diri mu, tak kau berikan kepada semua orang. Damai
nya senyum mu bagai wangi nya mawar yang selalu meganggu hidup ku. Akankah kau
mau untuk aku tanam dan ku pelihara serta ku rawat untuk menumbuhkan
mawar-mawar yang lain dihidup ini ?”
Suara pria itu. Tapi dia bukan Bayu
yang beberapa tahun lalu ku duga.
Baru sekedar mencoba membuat Cerpen.
Dan ini adalah cerpen pertama yang berhasil ku tuliskan.
ANSD_171295
Ini pengalaman pribadi atau?
BalasHapusatau apa bang???
Hapuskira" gimana cerpen nya??
komentarin cerpen nya :D
percakapannya terlalu bergaya sastra klasik :)
BalasHapuswah iya kah mas???
Hapuspadahal aku pun tidak terlalu mengerti tentang sastra klasik,,, :3
Misalnya ini : "“Liat sekeliling mu, semua nya tampak bahagia, tapi kamu tidak. Adakah sesuatu yang mengganggu mu??” dalam kehidupannya nyata kan ya nggak gini amat hehehe, dibikin lebih pop bagus, lebih real.
Hapuskalau kehidupan nyata gitu pengungkapan secara langsung tanpa basa-basi ya,,,
BalasHapusgitu kah?
lebih pop??
huah kayaknya aku perlu berguru ke kamu deh mas,,,, :D