Senin, 28 Juli 2014

Referensi Buku 1 ~ Mualaf (John Michaelson)



Kali ini ingin mencoba membuat referensi buku. Buku yang ini berjudul Mualaf” , dengan pengarang John  Michaelson
Buku ini diangkat dari kisah nyatanya yang lahir pada akhir 1970-an di kota pinggir laut di barat daya Inggris. Terlahir dari ayah seorang pelaut dan ibu seorang praktisi pesawat. Namun perkawinan orang tuanya mulai goyah ketika dia masih di bawah umur sekitar umur 3 tahun. Perceraian kedua orang tua nya membuat nya tinggal beberapa saat bersama ibu, kakek, dan neneknya. Lalu setelah beberapa waktu, dia tinggal bersama ayahnya untuk sesaat. Berpetualang, bermain, dan melakukan hal adrenalin itu yang dia lakukan bersama ayahnya hingga dia lulus sekolah dasar dan dikirim ke asrama. Di sinilah gerbang dia mulai mengenal yang nama nya narkotika, yang berasal dari rokok mariyuana (hati-hati dengan rokok ini jika kamu pergi ke Inggris). Hingga akhirnya dia ketangkap bersalah karena tidak hanya sebagai pemakai saja namun dia juga sebagai pengedar di asrama tersebut dan harus menerima konsekuensi di drop out dari asrama tersebut.
Dari sekian sekolahan yang dia daftar tak ada yang mau menerimanya hingga dia akhirnya berada di sekolahan terakhir yang menjadi pilihannya. Dimana sekolahan tersebut adalah sekolahan yang terkenal dengan anak-anak yang “bermasalah” (entahlah, kadang aku berfikir kenapa setiap anak yang bersalah ex : pemakai narkotik, pengedar, dan peminum harus mendapatkan tempat terburuk di dunia? itu sih menurut orang-orang ). Pergaulan bebas akhirnya menjadi teman hidupnya. Hingga dia lulus dari sekolahan itu dan kemudian menjadi teknisi di kapal. Ya di bagian perkabelan.
Ketika dia menjadi teknisi, dia pergi mengelilingi negara-negara. Hidup dengan minuman keras, rokok, perempuan, dan kadang narkotik. Hingga suatu hari, beberapa teknisi harus di pecat, karena masalah ekonomi dan kemudian dia berada tempat perkuliahan. Ada bagian menarik di sini menurut ku. Ketika diri nya mengambil kelas analisis wacana. Tahukah kalian ? Apa yang dipelajari di kelas ini? Di buku ini diceritakan bahwa kelas ini membahas tentang “bagaimana media menggunakan bahasa untuk memanipulasi para pembaca berita” . Apa yang tersirat dalam benak mu? Mengerikan ya? Menurut ku sih. Ternyata ada pelajaran tentang mengubah sudut pandang seseorang dengan berita yang di buat. Dan akhirnya aku merefleksikan diri dengan apa yang sedang terjadi di Indonesia. #MasihSuanasanaPilpres. Ngeri! ya Ngeri! jika para pembuat media di ajarkan tetang materi itu, lalu berita yang di buat akan mengakibatkan para pembaca salah paham dan berfikir terbalik dari kenyataannya. Dan lihat lah media Indonesia saat ini, masih saja main serang-serangan padahal media itu lah pembentuk opini publik. Ngeri ya #MasihSuasanaPilpres. aku sendiri semakin tak yakin harus mempercayai media yang seperti apa, dan apa? #LaluMediaApaYangHarusDipercaya.  Ya, ini politik. yang di bawa adalah Kepentingan! Lalu kepentingan media-media tersebut apa dengan membuat pemberitaan yang dapat menyebabkan berat sebelah atau ya sebut saja membuat pembaca berita menjadi salah mengartikan berita sehingga “Membuat yang salah di bela habis-habisan dan membuat yang benar di cela dan di fitnah habis-habisan” . Kira-kira materi pembelajaran tersebut ada di Indonesia ndak ya??#BerpikirKeras
Kembali lagi ke Resum buku ini lagi. Di negara Barat, Islam = Teroris . Entah apa yang membuat opini tersebut ada menjadi mayoritas kepercayaan orang-orang barat (Ingat tak semuanya, masih ada yang menganggap tak demikian tapi ini menjadi kaum minoritas untuk dunia belahan sana). Akhirnya waktu pun berjalan hingga dia kini menjadi seorang pengajar Bahasa Inggris untuk siswa-siswi yang datang ke London. salah seorang muridnya bernama Karim berasal dari Perancis merupakan teman berbincangnya pertama kali tentang Islam karena Islam ini merupakan agama yang di anutnya. Hari akan tetap terus berjalan, hingga akhirnya dia berada di negara dengan Islam bukan lagi menjadi minoritas melainkan menjadi mayoritas dan di Indonesialah dia akhirnya memeluk agama Islam. Dengan diskusi dan argumen keagamaan membuatnya akhirnya menerima Islam sebagai Jalan lurus (Al-Sirat Al-Mustaqim).
Dari buku ini, ada beberapa halaman buku yang aku tandai karena :
1.    Mungkin membuka sel otak ku sebelah mana entahlah tentang media. Ya media. Media pembentuk opini. Sehingga ketika kau baca berita maka berhati-hatilah. Cari tahu apa media tersebut, lalu siapa pemiliknya atau mungkin tak perlu tau siapa pemiliknya tapi yang perlu kau tahu media tersebut berpihak kemana. Karena keberpihakan mereka akan memberitakan tentang A yang bagus dan istimewa dan menjatuhkan B. Lihat saja dari berita-beritanya. Jangan langsung percaya. Karena media seperti itu tak akan membuat menjadi seseorang yang obyektif lagi.
2.    Ada quotes ini àPikiran yang hebat membicarakan gagasan, Pikiran yang rata-rata membicarakan peristiwa, Pikiran yang kecil membicarakan orang-orang” (Eleanor Roosevelt). Nah jadi tertampar, aku berada dengan pikiran seperti apa. dan berpikir kembali tentang Pemilu kemarin aku memilih presiden dengan jalan pemikiran seperti apa, #RefleksiDiri
3.    Sedikit setuju dengan opini penulis di halaman 213 à “Dunia sudah gila, umat manusia sepertinya kehilangan arah, dan sebagian besar pemimpin kita tak punya moral”. Ini menjadi tugas kita bersama untuk membenahi dunia ini bersama-sama (seharusnya).
4.    Dan di halaman 214 à “Hampir segala hal dapat dipelintir demi kepentingan finansial dan ideologi. Iklan-iklan membidik golongan yang tak memiliki pemahaman, perang dibenarkan dengan klaim-klaim palsu, orang-orang memperoleh jabatan melalui tindakan kriminal dan janji-janji yang diingkari. Aku menjadi heran bagaimana kita bisa begitu buta dan menganggap umat manusia telah membuat kemajuan”. Mungkin kalimat terakhir pertanyaan yang akhirnya membuat ku berpikir lagi. tapi paragraf ini benar-benar membuat ku berpikir memang dunia mulai gila, dan semakin berhati-hatilah jika membaca berita.
5.    Lalu jika di baca pada halaman 218-219, inti dari halaman ini à “Apakah selamanya kita harus mempercayai begitu saja kepada para pendapat pakar? Lalu apakah para akademisi selalu benar? Atau malah mereka tak punya kapasitas untuk membedakan antara yang salah dan benar? “ Semakin bersyukur karena kini aku masih bisa mencicipi bangku kuliah. Sebagai seorang anak yang kini masih belajar di bangku teknik, diajarkan ketika ingin mengasumsikan sesuatu jangan asal main asumsikan. lakukan analisis terlebih dahulu.
6.    Oh ya di buku ini pun membuat aku berpikir lagi. Saat buka bersama OSKAR, sempat membahas persoalan LDK (Latian Dasar Kepemimpinan) Pengurus OSIS, sempat memperdebatkan antara proses dan hasil. Mungkin karena aku juga kini masih duduk di bangku teknik pun lebih ditekankan soal proses, proses yang baik, proses yang mendekati sempurna (karena Sempurna hanya milik Allah), bahkan teringat mata kuliah metode numerik yang diajarkan soal perhitungan, bahkan apabila error mu semakin besar maka siap-siaplah dengan kertas tambahan dan kalkulatormu lalu hitung kembali dan kembali hingga error tersebut berada pada ambang yang seharusnya. Lalu kau akan menilai apa? Proses atau Hasil? Di buku ini, ketika penulis menjadi teknisi kapal dia harus melakukan perkerjaannya dengan mendekati sempurna dengan proses yang mendekati sempurna pula dan ya pasti membutuhkan waktu (Menurutku sempurna hanya milik Allah) dan karena ini menyangkut masalah nyawa manusia lain tak hanya dirinya maka proses saat dia melakukan perhitungan, membuat alatnya harus dengan hati-hati. Berbeda dengan ketika dia membantu pamannya (bekerja sebagai menata taman, lupa pada halaman berapa) yang lebih mengutamakan kecepatan kerja daripada proses. semakin mengingat kini mau hidup dengan kualitas atau efisiensi?
7.    Di buku ini pun juga menampar diri ku, ingin seperti apakah aku? “Muslim sebagai noun atau muslim sebagai adjective?”. Muslim sebagai noun merupakan identitas diri dan Muslim sebagai adjective merupakan kualitas diri.
8.    Ada qoutes lagi yang akan kau temukan di halaman 231 à “Aku tak pernah heran melihat orang berbuat jahat, tapi aku sering heran melihat mereka tak punya malu.” (Jonathan Swift)
9.    Di halaman 301 àCara terbaik untuk mengetahui apakah kau dapat mempercayai seseorang adalah dengan mempercayainya” (Ernest Hemingway).
10.  Sebagai pengingat untuk diri ku juga, ketika kau akan belajar tentang Islam atau tentang apa pun kau perlu cam kan ini à “Kau takkan pernah bisa mencari waktu, kau mesti luangkan waktu” .
11. Dan buat yang galau tentang pasangan hidup ni, coba ambil Al-Qur’an lalu buka dan bacalah pasangan surat 36 dan ayat 36 ^_^

Buku ini kubaca saat Bulan Ramadhan tahun ini, untuk ngisi Ramadhan ku saja sih. Dan resum ini ku tulis pada saat pergantian hari dengan dengungan suara Takbir yang meng-Agungkan Allah. Selamat hari Raya Idul Fitri 1435 H. Ja’alanallahu minal a’idzin walfaidzin (Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang yang kembali dan orang yang menang. amin). Mohon maaf lahir batin atas segala kekhilafan yang telah ku lakukan dan semoga tulisan ini bermanfaat, amin ^_^


ANSD_171295


Tidak ada komentar:

Posting Komentar