Kali ini ingin mencoba membuat referensi buku. Buku yang ini
berjudul “Mualaf” , dengan
pengarang John Michaelson.
Buku ini diangkat dari kisah nyatanya yang lahir
pada akhir 1970-an di kota pinggir laut di barat daya Inggris. Terlahir dari
ayah seorang pelaut dan ibu seorang praktisi pesawat. Namun perkawinan orang
tuanya mulai goyah ketika dia masih di bawah umur sekitar umur 3 tahun. Perceraian
kedua orang tua nya membuat nya tinggal beberapa saat bersama ibu, kakek, dan
neneknya. Lalu setelah beberapa waktu, dia tinggal bersama ayahnya untuk
sesaat. Berpetualang, bermain, dan melakukan hal adrenalin itu yang dia lakukan
bersama ayahnya hingga dia lulus sekolah dasar dan dikirim ke asrama. Di
sinilah gerbang dia mulai mengenal yang nama nya narkotika, yang berasal dari rokok mariyuana (hati-hati dengan rokok
ini jika kamu pergi ke Inggris). Hingga akhirnya dia ketangkap bersalah karena
tidak hanya sebagai pemakai saja namun dia juga sebagai pengedar di asrama
tersebut dan harus menerima konsekuensi di drop
out dari asrama tersebut.
Dari sekian sekolahan yang dia daftar tak ada yang
mau menerimanya hingga dia akhirnya berada di sekolahan terakhir yang menjadi
pilihannya. Dimana sekolahan tersebut adalah sekolahan yang terkenal dengan
anak-anak yang “bermasalah” (entahlah,
kadang aku berfikir kenapa setiap anak yang bersalah ex : pemakai narkotik,
pengedar, dan peminum harus mendapatkan tempat terburuk di dunia? itu sih
menurut orang-orang ). Pergaulan bebas akhirnya menjadi teman hidupnya. Hingga
dia lulus dari sekolahan itu dan kemudian menjadi teknisi di kapal. Ya di
bagian perkabelan.
Ketika dia menjadi teknisi, dia pergi mengelilingi
negara-negara. Hidup dengan minuman keras, rokok, perempuan, dan kadang narkotik.
Hingga suatu hari, beberapa teknisi harus di pecat, karena masalah ekonomi dan kemudian dia berada tempat
perkuliahan. Ada bagian menarik di sini menurut ku. Ketika diri nya mengambil
kelas analisis wacana. Tahukah kalian ? Apa yang dipelajari di kelas ini? Di
buku ini diceritakan bahwa kelas ini membahas tentang “bagaimana media menggunakan
bahasa untuk memanipulasi para pembaca berita” . Apa yang tersirat
dalam benak mu? Mengerikan ya? Menurut ku sih. Ternyata ada pelajaran tentang
mengubah sudut pandang seseorang dengan berita yang di buat. Dan akhirnya aku
merefleksikan diri dengan apa yang sedang terjadi di Indonesia. #MasihSuanasanaPilpres. Ngeri! ya
Ngeri! jika para pembuat media di ajarkan tetang materi itu, lalu berita yang
di buat akan mengakibatkan para pembaca salah paham dan berfikir terbalik dari
kenyataannya. Dan lihat lah media Indonesia saat ini, masih saja main
serang-serangan padahal media itu lah pembentuk opini publik. Ngeri ya #MasihSuasanaPilpres. aku sendiri
semakin tak yakin harus mempercayai media yang seperti apa, dan apa? #LaluMediaApaYangHarusDipercaya. Ya, ini politik. yang di bawa adalah Kepentingan! Lalu kepentingan
media-media tersebut apa dengan membuat pemberitaan yang dapat menyebabkan
berat sebelah atau ya sebut saja membuat pembaca berita menjadi salah
mengartikan berita sehingga “Membuat yang salah di bela habis-habisan
dan membuat yang benar di cela dan di fitnah habis-habisan” . Kira-kira
materi pembelajaran tersebut ada di Indonesia ndak ya??#BerpikirKeras
Kembali lagi ke Resum buku ini lagi. Di negara
Barat, Islam = Teroris . Entah apa yang membuat opini tersebut ada
menjadi mayoritas kepercayaan orang-orang barat (Ingat tak semuanya, masih ada
yang menganggap tak demikian tapi ini menjadi kaum minoritas untuk dunia
belahan sana). Akhirnya waktu pun berjalan hingga dia kini menjadi seorang
pengajar Bahasa Inggris untuk siswa-siswi yang datang ke London. salah seorang
muridnya bernama Karim berasal dari Perancis merupakan teman berbincangnya pertama
kali tentang Islam karena Islam ini merupakan agama yang di anutnya. Hari akan
tetap terus berjalan, hingga akhirnya dia berada di negara dengan Islam bukan
lagi menjadi minoritas melainkan menjadi mayoritas dan di Indonesialah dia
akhirnya memeluk agama Islam. Dengan diskusi dan argumen keagamaan membuatnya
akhirnya menerima Islam sebagai Jalan lurus (Al-Sirat Al-Mustaqim).
Dari buku ini, ada beberapa halaman buku yang aku
tandai karena :
1.
Mungkin membuka sel otak ku sebelah mana
entahlah tentang media. Ya media. Media pembentuk opini. Sehingga ketika kau
baca berita maka berhati-hatilah. Cari tahu apa media tersebut, lalu siapa
pemiliknya atau mungkin tak perlu tau siapa pemiliknya tapi yang perlu kau tahu
media tersebut berpihak kemana. Karena keberpihakan mereka akan memberitakan
tentang A yang bagus dan istimewa dan menjatuhkan B. Lihat saja dari
berita-beritanya. Jangan langsung percaya. Karena media seperti itu tak akan
membuat menjadi seseorang yang obyektif lagi.
2.
Ada quotes ini à
“Pikiran
yang hebat membicarakan gagasan, Pikiran yang rata-rata membicarakan peristiwa,
Pikiran yang kecil membicarakan orang-orang” (Eleanor Roosevelt). Nah
jadi tertampar, aku berada dengan pikiran seperti apa. dan berpikir kembali
tentang Pemilu kemarin aku memilih presiden dengan jalan pemikiran seperti apa,
#RefleksiDiri
3.
Sedikit setuju dengan opini penulis di halaman
213 à “Dunia
sudah gila, umat manusia sepertinya kehilangan arah, dan sebagian besar
pemimpin kita tak punya moral”. Ini menjadi tugas kita bersama untuk
membenahi dunia ini bersama-sama (seharusnya).
4.
Dan di halaman 214 à “Hampir segala hal dapat
dipelintir demi kepentingan finansial dan ideologi. Iklan-iklan membidik
golongan yang tak memiliki pemahaman, perang dibenarkan dengan klaim-klaim
palsu, orang-orang memperoleh jabatan melalui tindakan kriminal dan janji-janji
yang diingkari. Aku menjadi heran bagaimana kita bisa begitu buta dan
menganggap umat manusia telah membuat kemajuan”. Mungkin kalimat
terakhir pertanyaan yang akhirnya membuat ku berpikir lagi. tapi paragraf ini
benar-benar membuat ku berpikir memang dunia mulai gila, dan semakin
berhati-hatilah jika membaca berita.
5.
Lalu jika di baca pada halaman 218-219, inti
dari halaman ini à “Apakah
selamanya kita harus mempercayai begitu saja kepada para pendapat pakar? Lalu
apakah para akademisi selalu benar? Atau malah mereka tak punya kapasitas untuk
membedakan antara yang salah dan benar? “ Semakin bersyukur karena kini
aku masih bisa mencicipi bangku kuliah. Sebagai seorang anak yang kini masih
belajar di bangku teknik, diajarkan ketika ingin mengasumsikan sesuatu jangan
asal main asumsikan. lakukan analisis terlebih dahulu.
6.
Oh ya di buku ini pun membuat aku berpikir lagi.
Saat buka bersama OSKAR, sempat membahas persoalan LDK (Latian Dasar Kepemimpinan) Pengurus OSIS, sempat memperdebatkan antara proses dan hasil. Mungkin karena aku
juga kini masih duduk di bangku teknik pun lebih ditekankan soal proses, proses
yang baik, proses yang mendekati sempurna (karena Sempurna hanya milik Allah),
bahkan teringat mata kuliah metode numerik yang diajarkan soal perhitungan,
bahkan apabila error mu semakin besar maka siap-siaplah dengan kertas tambahan
dan kalkulatormu lalu hitung kembali dan kembali hingga error tersebut berada
pada ambang yang seharusnya. Lalu kau akan menilai apa? Proses atau Hasil? Di
buku ini, ketika penulis menjadi teknisi kapal dia harus melakukan
perkerjaannya dengan mendekati sempurna dengan proses yang mendekati sempurna
pula dan ya pasti membutuhkan waktu (Menurutku sempurna hanya milik Allah) dan
karena ini menyangkut masalah nyawa manusia lain tak hanya dirinya maka proses
saat dia melakukan perhitungan, membuat alatnya harus dengan hati-hati. Berbeda
dengan ketika dia membantu pamannya (bekerja sebagai menata taman, lupa pada
halaman berapa) yang lebih mengutamakan kecepatan kerja daripada proses.
semakin mengingat kini mau hidup dengan kualitas atau efisiensi?
7.
Di buku ini pun juga menampar diri ku, ingin
seperti apakah aku? “Muslim sebagai noun atau muslim sebagai adjective?”. Muslim
sebagai noun merupakan identitas diri dan Muslim sebagai adjective merupakan
kualitas diri.
8.
Ada qoutes lagi yang akan kau temukan di halaman
231 à “Aku
tak pernah heran melihat orang berbuat jahat, tapi aku sering heran melihat
mereka tak punya malu.” (Jonathan Swift)
9.
Di halaman 301 à
“Cara
terbaik untuk mengetahui apakah kau dapat mempercayai seseorang adalah dengan
mempercayainya” (Ernest Hemingway).
10. Sebagai pengingat untuk diri ku juga,
ketika kau akan belajar tentang Islam atau tentang apa pun kau perlu cam kan
ini à “Kau
takkan pernah bisa mencari waktu, kau mesti luangkan waktu” .
11. Dan
buat yang galau tentang pasangan hidup ni, coba ambil Al-Qur’an lalu buka dan
bacalah pasangan surat 36 dan ayat 36 ^_^
ANSD_171295